![]() |
Yulius Inauri Saat Diwawancarai (Doc tabloidjubi.com) |
Nabire, 27/6 – Yulius Inaury (70), salah satu Tahanan
Politik (Tapol) Papua yang juga merupakan pelaku langsung penyerangan Markas
Arfai, Manokwari bersama tokoh legendaris Pembebasan Papua Barat, Permenas Awom
atau lebih dikenal dengan nama Ferry Awom, bertutur kisah sebenarnya yang
terjadi pada 28 Juli 1965 . Pria renta yang masih terlihat kukuh itu tinggal di
Pulau Mambor sejak kembali dari pembuangan di Jawa, sebagai Tapol Papua pasca
Peristiwa Arfai.
“Ada satu anak buah Awom yang
juga bekas anggota PVK ,terus mengawal Awom sampai di dalam Asrama Cenderawasih
untuk mencari senjata. tetapi apa yang dicari tidak ditemukan karena ternyata
semua senjata telah disita pimpinan mereka,” di hadapan tabloidjubi.com, Yulius
terlihat berusaha menggali ingatannya, menggambarkan peristiwa yang sudah
berlalu puluhan tahun.
Di pos penjagaan, lanjut Yulius
cuma ada komandan dengan sepucuk pistol. Awom sendiri yang menembak komandan di
pos penjagaan untuk bisa masuk ke dalam Asrama Cenderawasih. Aiwor, sang
prajurit pada masa Amerika menyerang dari sisi depan, Yulius bersama empat
kepala suku menyerang dari bagian belakang, ada juga yang lain, menyergap dari
samping.
“Tetapi karena senjata terbatas,
sekitar jam sembilan pagi kami bubar dengan korban di pihak tentara Indonesia
cukup banyak . Kami sudah masuk ke Asrama Cenderawasih dari jam sepuluh malam.
Masing-masing anggota pasukan kami bertanggung jawab untuk satu barak,” tutur
mantan guru di Yayasan Pendidikan Kristen Manokwari ini.
Kode dari Permenas Awom terlambat,
anak buah sudah terlanjur lapar dan masuk ke dapur, krung kran, dandang-dandang
berbunyi mengagetkan penghuni Asrama.
“Ada gerombolan, penjagaan
controlling” ada penjaga yang berteriak:. Kemudian ada satu tentara yang
terbangun dengan senjata digantung ke belakang pas berjalan ke arah salah satu
anggota pasukan Awon yang berasal dari Ansus.
“Pace Ansus langsung b’la
(potong -red) dia, parang masuk sampe di telinga. Tentara itu sempat berteriak
minta tolong dan Pace Ansus tendang tentara itu ke bawah untuk cabut parang
yang tertancap di kepala tetapi ternyata tidak bisa karena tertancap kuat,”
kata Yulius.
Sementara itu, kontak senjata
berlangsung tengah malam dan masih berlanjut hingga menjelang pagi. Anggota
pasukan Permenas masih berada di dalam Asrama Kodim sehingga tim yang
berjaga-jaga di luar terus menyerang sambil menunggu lain juga masih di
dalam, belum keluar semua. Penyerangan dari bagian belakang dan samping adalah
untuk melindungi Anggota Pasukan Permenas yang masih berada di dalam Asrama Kodim
Arfai.
“Kita tidak pakai senjata
modern, moser hanya satu yang kami punya. Kami yang lain pakai senjata-senjata
jaman dulu yang laras panjang. Tembakan hanya bisa satu-satu saja. Aiwor yang
sebelumnya menjaga bagian samping tapi untuk menyelamatkan Awom, dia kemudian
bergerak ke depan,”tutur Yulius yang seperti mulai menemukan kembali ceritanya
yang lama hilang.
Yulius ingat, dia tetap berada
di bagian belakang dengan empat orang kepala suku, yang rela bergabung dengan
pasukan Awom. Timnya menggunakan tembakan salto karena tidak ada tempat
berlindung. Hanya ada kawat duri. Yulius dan kawan-kawan akhirnya mundur karena
kehabisan peluru. tetapi Awom belum juga keluar dari Asrama Cenderawasih.
“Awom akhirnya keluar dalam
keadaan sudah ditembak dengan senjata mesin di bagian kaki saat dia menuju
kawat duri. Saya melihat sendiri, kawat duri itu sudah terbuka dengan
sendirinya tanpa ada yang membuka,” ungkap Yulius .
Selanjutnya, tutur Yulius, Awom
langsung koprol (salto-red) ke dalam tempat timnya berjaga, sayangnya Awom
terlambat salto. Kakinya masih di udara saat peluru dari pihak lawan mengenai
kakinya, beruntung a tidak terkena tulang.
Seorang Pengawal sekaligus
kawannya yang bermarga Prawar, melihat celana yang dikenakan Awom sudah terlalu
kembung, Awom juga terlihat berjalan tertatih, ketika itulah dia baru tahu
kalau darah sudah memenuhi celana yang dipakainya, celana tentara yang diikat
bagian ujung celana dekat sepatu.
“Akhirnya kita bawa di ke satu
tempat yang aman dan terlindung. Komando keluar kepada beberapa Orang Arfak
untuk pergi ke Warmarenda, menjemput satu mantri, saya lupa nama tapi fam
(marga) Saway, Orang Inanwatan, Teminabuan untuk tolong Awom.
Singkat cerita , Mantri itupun
datang, mengobati luka-luka akibat tembakan pada tubuh Sang Legendaris Gerakan
Bersenjata di Tanah Papua ini.
(BERSAMBUNG) (Jubi/Aprila)
Sumber : http://tabloidjubi.com/
0 komentar