By JOHN ANARI.
A. Penyerahan Administrasi New Guinea dari Sekutu ke Belanda
Setelah
pasukan Sekutu berhasil menguasai kota Hollandia (sekarang:Jayapura)
pada tanggal 22 April 1944, Administrasi Pemerintahan Nederland New
Guinea langsung diserahkan dari Sekutu kepada Kerajaan Nederland
sehingga pusat Pemerintahan Resident Nederland New Guinea langsung
dipindahkan dari Manokwari ke Hollandia dan mengangkat J. P. van Echoud
sebagai Gubernur Nederlan New Guinea. Oleh karena itu, Pemerintah
Belanda harus membuka Sekolah Pemerintahan (Bestuur School) dan Sekolah
Polisi di kota Hollandia akibat kekurangan tenaga personil. Maka seluruh
buangan/tahanan Indonesia dari Digul yang dipindahkan ke Australia
ditarik kembali untuk menjalankan roda pemerintahan Nederland New
Guinea. Sehingga diangkat Soegoro Atmoprasodjo (bekas tahanan Digul)
sebagai Direktur Sekolah Pemerintahan, namun ketika terjadi Proklamasi
Negara Indonesia pada tahun 1945, maka kesempatan ini dimanfaatkan oleh
Soegoro untuk memprovokasi anak muridnya untuk membentuk gerakkan bawah
tanah yang diberi nama IRIAN (Ikut Republik Indonesia Anti Nederland).
Gerakkan
bawah tanah ini akhirnya diketahui oleh Belanda karena mereka menaikkan
bendera Merah Putih di Kota Nica (sekarang Kampung Harapan) pada
tanggal 31 Agustus 1945, maka Soegoro terpaksa harus dibuang kembali ke
Tahanan Digul tetapi berkat pertolongan seorang penjaga sehingga ia
dibebaskan lalu melarikan diri ke Papua New Guinea kemudian ke Australia
dan hingga kembali ke Indonesia. Sekolah Pemerintahan inilah yang
melahirkan sekitar 400 orang elit politik Papua antara tahun 1944 sampai
1949. Beberapa orang terdidik yang menjadi terkenal antara lain: Markus
Kaisiepo, Frans Kaisiepo, NicolasJouwe, Herman Wajoy, Silas Papare,
Alberth Karubui, Mozes Rumainum,Baldus Mofu, Eliser Yan Bonay, Lukas
Rumkorem, Marthen Indey, Johan Ariks, Herman Womsiwor, dan Abdullah
Arfan. Diantara murid Soegoro yang setia yaitu Silas Papare, Marthen
Indey, Frans Kaisiepo, dan Alberth Karubuy. Sedangkan yang murid yang
lain setiap kepada Belanda karena mereka telah mengetahui niat Soegoro
untuk menyatukan Papua Barat ke Republik Indonesia.
Akhirnya
Silas Papare dibuang ke Serui pada tahun 1946 setelah kedapatan rencana
sabotase asset Pemerintahan New Guinea tanggal 17 Juli 1946. Ternyata
di Serui, Papare bertemu dengan buangan dari Manado yaitu DR. Sam
Ratulangi sehingga mereka berdua membentuk suatu gerakkan perlawanan
terhadap Belanda yang diberi nama PKII (Partai Kemerdekaan Indonesia
IRIAN).
Sedangkan Frans Kaisiepo dibuang oleh Belanda ke
Makasar sehingga bergabung dengan delegasi Indonesia di Makasar dalam
Konfrensi Malino tahun 1946 dan dalam kesempatan itu Frans Kaisiepo
menekan delegasi Belanda yang dipimpin oleh Residen J. P. van Echoud
untuk menggantikkan nama Nederland Niuew Guinea menjadi IRIAN. Resident
J. P. van Echoud pada saat itu dikenal orang Papua sebagai Vader der
Papoea’s (Bapak Papua) karena penanaman rasa nasionalisme Papua untuk
berdiri sendiri menjadi Negara merdeka sedangkan Soegoro pun juga tidak
ditinggalkan maka Indonesia mengatakan bahwa Soegoro juga Sebagai Bapak
Papua karena telah menanamkan rasa nasionalisme Indonesia di Papua untuk
menjadi setia kepada Bangsa Indonesia dan tidak lepas bebas menentukan
nasibnya sendiri (tidak merdeka tetapi bergabung ke Indonesia). Padahal,
pada saat Proklamasi Negara Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 dan
Penentuan Batas wilayah Indonesia dalam Sidang Pertama BPUPKI (Badan
Panitia Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) tanggal 18 Agustus 1945
wilayah Indonesia terdiri dari 8 Provinsi yaitu Sumatra, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.
Kemudian melantik Soekarno sebagai President Republik Indonesia
Serikat, maka ia pun ambisi untuk merebut wilayah di sekitar Indonesia
seperti Papua Barat, Timor Leste, Serawak, Brunei, dan Kalimantan Utara.
Untuk
memperluas wilayah Jajahan Indonesia ke 8 (delapan) Provinsi tersebut,
maka diciptakannya Partai Komunis tahun 1946 sehingga Belanda ditekan
oleh rekan sekutunya Amerika untuk menyerahkan wilayah Nederland Indies
sesuai pembagian Administrasi di Dewan Perwalian pada Komisi
Dekolonisasi. Akhirnya tercapai persetujuan Linggarjati yang mana
mengecewakan Indonesia karena hanya diserahkan wilayah Sumatra, Jawa,
dan Madura.
B. Persiapan Dekolonisasi Papua Tahun 1945 – 1962
Setelah
Pasukan Sekutu berhasil memukul mundur pasukkan Jepang dari wilayah
Papua Barat, maka administrasi wilayah ini diserahkan kembali kepada
Pemerintah Belanda pada tanggal 22 April 1944 di Hollandia sedangkan
administrasi wilayah Papua dan New Guinea diserahkan kembali kepada
Pemerintah Australia. Penyerahan ini dilakukan karena Jenderal Douglas
McArthur berpidato di Ifar gunung (Hollandia/Jayapura) bahwa setelah
selesai perang, maka seluruh wilayah di Pasifik harus Memiliki
Pemerintahan Sendiri (Self Government) namun karena Bangsa Papua belum
mampu untuk memimpin dirinya sendiri, maka Belanda merasa berkewajiban
untuk memajukan wilayah ini sesuai dengan pembagian Administrasi wilayah
jajahannya seperti Nederland Indies (Indonesia), Nederland Antillens
(Suriname), dan Nederland New Guinea (Papua Barat). Pembagian
Administrasi Provinsi Nederland Niuew Guinea terjadi jauh sebelumnya
yaitupada tanggal 7 Maret 1910 dengan mengangkat seorang Gubernur
Jenderal yang bertanggungjawab langsung kepada Kerajaan Belanda dan
tidak berada dibawah control Gubernur Jenderal Nederland Indies yang
berkedudukan di Batavia (Jakarta).
Klaim Indonesia
berdasarkan Perjanjian London tahun 1814 – 1824 pasal 6 bahwa wilayah
Belanda mulai dari Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Maluku, Bali,
NTB, NTT, dan Papua Barat adalah termasuk wilayah mereka merupakan
sesuatu sangat melanggar Hak Asasi Bangsa Papua karena Papua Barat telah
dipisahkan dari wilayah Nederland Indies tanggal 7 Maret 1910.
Berdasarkan pembagian ini, maka setelah terbentuknya Perserikatan
Bangsa-Bangsa (United Nations) tahun 1945 sehingga dimasukkan wilayah
Nederland Indies, Nederland Antillen, dan Nederland Niuew Guinea ke
dalam daftar wilayah tak Berpemerintahan Sendiri (Non Self Government
Territory) pada Komisi Dekolonisasi di bawah Dewan Perwalian
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Tetapi berkat adanya
Pemboman Hirosima dan Nagasaki sehingga Jepang memberikan kemerdekaan
kepada Nederland Indies dengan membentuk Badan Panitia Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Bahasa Jepang: Djokoritsu Junbi
Kosakai). Setelah Memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia tanggal 17
Agustus 1945, selanjutnya diadakan Sidang Pertama (Badan Panitia Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945
dengan menetapkan batas wilayah Indonesia terdiri dari seluruh wilayah
Nederland Indies yang jumlahnya 8 Provinsi yaitu Sumatera, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, Dataran Sunda, Maluku, Sulawesi dan Kalimantan.
Kemudian terpilihnya Soekarno sebagai Presiden Indonesia dan Mohamad
Hatta sebagai wakilnya. Dalam kesempatan itu, Soekarno mulai
mengutarakan ambisinya untuk merebut wilayah Papua Barat (Nederland),
Timor Leste (Portugis), Serawak (Inggris), Brunai (Inggris), dan Borneo
Utara (Inggris). Untuk mencapai cita-citanya, maka Pemerintah Indonesia
memulai menciptakan Partai Komunis Indonesia (PKI) tahun 1946 sehingga
mendesak Belanda untuk mengadakan pertemuan di Linggar Jati bulan Maret
1947 yang mana Belanda hanya mengakui wilayah Indonesia hanya terdiri
dari Sumaatra, Jawa dan Madura.
Kemudian berlanjut di
Konferensi Malino di Makasar 16 Juli 1946 tetapi gagal juga, akibatnya
Soekarno mulai memainkan peran PKI semakin besar hingga akhirnya terjadi
Pemberontakkan PKI pertama di Madiun tahun 1948. Akhirnya muncul
ketakutan dari pihak Amerika sehingga mendesak Belanda mengadakan
pertemuan dengan Indonesia di atas Kapal Perang Amerika Renvile di
Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta tahun 1949 sehingga mendesak Belanda
mengadakan Konferensi Meja Bunda (KMB) di Den Haag – Belanda untuk
menyerahkan seluruh wilayah Nederland Indies kepada Bangsa Indonesia
pada tanggal 27 Desember 1949.
Pada kesempatan kesempatan
KMB, Delegasi Indonesia mulai nyatakan ambisinya untuk merebut wilayah
Administrasi Pemerintahan Nederland Niuew Guinea tetapi Belanda menolak
karena Belanda masih berkewajiban membimbing Bangsa Papua hingga Bangsa
Papua Menentukan Nasib Masa Depannya Sendiri (Right of Self
Determination).
Hal ini ditolak Belanda karena Belanda
sebagai salah satu anggota PBB yang telah menanda-tangani Piagam PBB
Pasal 73 (e) tanggal 26 Juni 1945 untuk membimbing wilayah Administrasi
Nederland Niuew Guinea (Non Self Government Territory) menjadi sebuah
Negara yang Berdaulat sama seperti Bangsa-Bangsa lain di muka Bumi ini.
Selain
itu, Belanda telah mananda-tangani Kerja Sama Pasifik Selatan untuk
membangun Bangsa-Bangsa di wilayah Selatan Pasifik bersama-sama dengan
Amerika, Inggris, dan Perancis. Perjanjian ini disebut Perjanjian
Canbera (Canbera Agreement) yang ditanda-tangani pada tanggal 6 Februari
1947 di Canbera, Australia. Yang mana telah dibentuk suatu Komisi yang
diberi nama South Pacific Commission (sekarang: South Pacific Community)
yang berkedudukan di Noumea – New Caledonia.
Pemasukkan
wilayah Nederland Niuew Guinea dan Nederland Indies ke daftar Daerah Tak
Berpemerintahan Sendiri (Non Self Government Territory) pada Komisi
Dekolonisasi jauh sebelum kemerdekaan Indonesia secara kenyataan
(defacto) yaitu pada tanggal 26 Juni 1945.
Berdasarkan
daftar tersebut sehingga Belanda harus memimpin Administrasi wilayah
Nederland Niuew Guinea sehingga mereka dapat Menentukan Nasibnya Sendiri
sesuai Pasal 73(a,b) Piagam PBB.
Setelah selesai
pengakuan Belanda secara hukum (dejure) pada tanggal 27 Desember 1949
atas kemerdekaan Bangsa Indonesia di Konferensi Meja Bundar, Den Haag –
Nederland. Maka selanjutnya Belanda mempersiapkan diri untuk memimpin
Administrasi wilayah Nederland Niuew Guinea dan Nederland Antillens,
mulai dari tahun 1945 hingga tahun 1962. Proses persiapan pemberian Hak
Penentuan Nasib Sendiri kepada Bangsa Papua tidak diterima baik oleh
President Indonesia Ir. Soekarno sehingga pada tahun 1950 Indonesia
mencoba memasukkan permasalahan ini ke dalam agenda Sidang Umum PBB
tetapi tidak mendapat dukungan karena Indonesia telah melanggar Piagam
PBB Pasal 73 tentang Pemberian Kemerdekaan kepada daerah-daaerah yang
belum berpemerintahan sendiri (Non Self Government Territory).
Indonesia
(Nederland Indies) dianggap telah memiliki Pemerintahan Sendiri oleh
karena itu, ambisi Soekarno untuk merampas Papua adalah suatu
pelanggaran Besar terhadap Piagam PBB pasal 73 e.
Akibatnya
Belanda mengundang Indonesia untuk menyelesaikan permasalahan ini di
Mahkama Internasional PBB tetapi Indonesia menolak undangan itu karena
mereka tahu bahwa pasti alasan mereka tidak benar/bersalah karena ingin
menggagalkan Hak Bangsa Papua untuk Menentukan Nasibnya Sendiri.
Pengajuan masalah Papua ke PBB terus tidak berhasil hingga setelah
PEMILU Pertama Indonesia tahun 1955 yang mana Indonesia mulai
berdemokrasi mendirikan banyak Partai-Partai Politik. Karena hal ini
mengalami kebuntuan terus, maka Soekarno mulai bekerja sama dengan Blok
Timur (Rusia dan China yang berpaham Komunis) untuk membubarkan semua
partai dan hanya mendirikan sebuah partai mengikuti Partai Komunis China
(PKC), yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI). Sehingga PKI mulai
mengambil alih kursi dalam Parlemen dan mengangkat Soekarno sebagai
President Satu Nafas (President Seumur Hidup). Langkah yang diambil
Soekarno ini tetap tidak diperdulikan oleh Belanda dan Belanda terus
mempersiapkan Bangsa Papua untuk Memiliki Pemerintahan Sendiri. Oleh
sebab itu, dibentuklah Sekolah Pemerintahan (Bestuur School), membukan
Departement-departement, Sekolah Polisi, Militer, hingga membentuk
Parlemen Niuew Guinea (Niuew Guinea Raad) yang akan merancang atribut
kenegaraan Niuew Guinea.
C. Kongres Pertama Niuew Guinea Raad (NGR)
Para
tokoh-tokoh Papua yang duduk dalam Parlemen ini adalah bekas muridmurid
dari Soegoro yang menolak Soegoro untuk memasukan Niuew Guinea ke dalam
Republik Indonesia. Dalam sidang pertamanya tanggal 19 Oktober 1961
mulai merubah Status Nederland Niuew Guinea menjadi Papua Barat (West
Papua) dengan memiliki atribut kenegaraan sebagai berikut:
Nama Negara : Papua Barat
Lagu Kebangsaan : Hai Tanah Ku Papoea
Lambang Negara : Burung Mambruk
Bendera Negara : Bintang Kejora
Pernyataan ini diumumkan melalui Manifesto Politik seperti tertulis di bawah ini:
“Kami,
yang bertanda-tangan di bawah ini, penduduk bagian barat Papua,
mewakili semua group, suku bangsa dan dominasi keagamaan, menyatakan
bahwa kami adalah satu bangsa dan satu sebagai manusia.”
DENGAN INI MENGUMUMKAN
Kepada semua Negara bahwa:
Berdasarkan Piagam PBB Pasal 73 bagian a dan b;
Berdasarkan
Prinsip Deklarasi PBB tentang pemberian kemerdekaan bagi daerah tak
berpemerintahan sendiri dan orang-orangnya, seperti yang tertulis dalam
Resoulusi PBB No. 1514 (XV) yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada
Sidang ke-15 dari 20 September sampai 20 Desember 1960;
Berdasarkan Hak kami yang tidak dapat diganggu-gugat, kami penduduk bagian Barat Papua, harus memiliki Negara sendiri.
Sesuai
dengan hasrat dan keinginan bangsa kami untuk kemerdekaan, melalui
Komite Nasional dan Parlement kami, Dewan New Guinea, mendesak Gubernur
Pemerintahan Nederland Niuew Guinea dan Pemerintah Kerajaan Belanda
bahwa mulai tanggal 1 November 1961:
Bendera Nasional Papua Barat harus dinaikan disamping Bendera Kerajaan Belanda.
Lagu Kebangsaan kami Hai Tanah Ku Papoea dinyanyikan dan dimainkan bersamaan dengan Lagu Nasional Kerajaan Belanda.
Nama Negara kami menjadi Papoea Barat.
Nama Bangsa Kami adalah Bangsa Papua.
Dengan
melihat ke depan, kami, bangsa Papoea, menginginkan posisi kami
sendiri, sejajar dengan bangsa-bangsa merdeka dan sejajar dengan
bangsabangsa itu, kami bangsa Papoea ingin hidup dalam perdamaian dan
turut memelihara perdamaian dunia. Melalui manifesto ini we memanggil
semua penduduk yang mencintai Negara ini dan bangsanya untuk menyebarkan
manifesto ini dan memegangnya, sebagai landasan untuk kemerdekaan
bangsa Papoea.
D. Gema Manifesto Politik Papua Ke Penjuru Dunia dan Penggagalan Piagam PBB Pasal 73 oleh Amerika, Indonesia dan PBB.
Setelah
Deklarasi Kemerdekaan Bangsa Papua oleh Parlemen Papua tanggal 19
Oktober 1961, Pemerintah Belanda mulai didesak oleh Bangsa Papua untuk
segera menaikkan Bendera Nasional Papoea Barat dan menyanyikan lagu
Kebangsaan Papua di seluruh wilayah tanah Papua. Akhirnya desakan itu
diterima oleh Gubernur Pemerintahan Nederland Niuew Guinea dan
Pemerintah Kerajaan Nederland sehingga mulai dinaikan serempat di
seluruh Tanah Papua tanggal 1 Desember 1961.
Proses
perubahan status dari Nederland Niuew Guinea pada tanggal 1 Desember
1961 sama seperti perubahan Status wilayah administrasi Jajahan Belanda
di Nederland Antillen yang merubah statusnya pada tahun 1951 menjadi
Suriname. Sedangkan Nederland Indies telah memperoleh kemerdekaan secara
dejure (hukum) dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949 setelah
selesai Konferensi Meja Bundar. Ketiga wilayah ini telah dimasukkan
Belanda dalam daftar Daerah Tak Berpemerintahan Sendiri berdasarkan
Piagam PBB yang ditanda-tangani tanggal 26 Juni 1945. Selanjutnya
rencana Belanda untuk memberikan kemerdekaan penuh (dejure) yaitu pada
tahun 1975 bersama-sama dengan Suriname dan Papua New Guinea.
Berita
kemerdekaan Papua ini telah dipublikasikan di berbagai media masa di
seluruh dunia seperti yang dimuat pada Koran New York Time pada bulan
desember 1961, seperti terlihat pada gambar di bawah ini:
Dengan
adanya publikasi media internasional tentang kemerdekaan Papua sehingga
Soekarno menjadi brutal untuk menggagalkan agenda penerapan Piagam PBB
Pasal 73 untuk Bangsa Papua. Dengan bantuan persenjataan Rusia, Soekarno
mulai mengumandangkan
TRIKORA (Tri Komando Rakyat) di Alun-alun kota Yogyakarta yang berbunyi sebagai berikut:
1. Gagalkan Nedera Boneka Papua Barat buatan Kolonial Belanda.
2. Kibarkan Sang Saka Merah Putih di IRIAN Barat tanah air Indonesia.
3. Bersiap-siaplah untuk mobilisasi nasional guna mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Ambisi
Soekarno untuk perluasan wilayah Indonesia hingga ke Papua, Timor
Leste, dan Malaysia sehingga ia mulai menciptakan Partai Komunis
Indonesia (PKI) mengikuti jejak China yang mendirikan Partai Komunis
China (PKC) serta mulai mengadakan kerja sama dengan Negara-negara
Komunis seperti Rusia (Pimpinan Nikita Kurcev), China (Pimpinan Mao
Zedong) dan Cuba (Pimpinan Che Guevara). Akhirnya menimbulkan ketakutan
di kalangan militer Amerika sehingga President Amerika John. F. Kennedy
ditekan melalui surat gabungan dari Departemen Luar Negeri Amerika,
Angkatan Darat AS, Angkatan Laut AS, NSA, Angkatan Udara AS, Inteligent
CIA, dan Staff Gabungan pada tanggal 20 Maret 1962. (Lihat
lampiran New Guinea Setlement)
Tak
mengherankan juga bahwa para wakil Amerika sangat aktif dalam
penyelesaian Papua dan mensponsori negosiasi antara Belanda dan
Indonesia di Virginia pada tanggal 20 Maret 1962. Yang mana perundingan
resmi seharusnya dilakukan dibawah naungan Sekretaris Jenderal PBB (U
Thant) tetapi diperlukan pihak ketiga sebagai mediator, hal ini tidak
juga mengejutkan dengan yang telah disebutkan sebelumnya oleh kebijakan
luar negeri AS bahwa Mr. Ellsworth Bunker
menjadi mediator yang
kemudian dipensiunkan dari diplomat Amerika. Ini dapat dilihat jelas
melalui telegram dari Menteri Luar Negeri Amerika, Dean Rusk ke Kedutaan
Besar AS di Indonesia pada tanggal 6 Maret 1962. Sekarang kami tahu
bahwa dari awal Amerika bersikeras agar Ellsowrth Bunker harus menjadi
mediator. Dan kami tahu bahwa tugas utama Ellsworth Bunkder selama
negosiasi masalah Papua adalah ia harus menyerahkan Papua Barat kepada
Republik Indonesia segera mungkin, terlepas dari posisi Belanda atau
bahkan posisi Papua Barat sendiri. (Lihat lampiran Telegram)
Perundingan
rahasia semacam ini terus dilakukan hingga di Roma (Ibu Kota Italy)
pada tanggal 30 September 1962 yang mana melahirkan Perjanjian Rahasia
yang hingga kini dilenyapkan oleh Amerika dan Indonesia tetapi Belanda
masih memiliki kearsipannya. Perjanjian ini dilakukan karena Indonesia
dan Amerika sangat ambisi menguasai Gunung Batu Papua yang hingga kini
dikeruk habis-habisan siang-malam 24 jam oleh Perusahaan Raksasa Amerika
PT. Freeport McMoran di Tembagapura.
Bantuan Amerika
kepada Indonesia akibat kekhawatiran terhadap perkembangan Komunis
Indonesia yang makin menguasai kursi Parlemen Indonesia. Selain itu,
Presiden Amerika telah dibayar oleh Presiden Soekarno sehingga beliau
menyuruh saudaranya Roberth Kennedy datang ke Jakarta untuk menerima
bayaran tersebut pada tanggal 11 Februari 1962. Selanjutnya tanggal 25
Februari 1962 Roberth Kennedy menuju Belanda dan menyatakan bahwa
Amerika tidak akan mendukung Belanda soal konflik Papua.
Akhirnya
pada tanggal 12 Maret 1962 Belanda mengumumkan untuk bernegosiasi
dengan Indonesia soal konflik Papua. Maka Menteri Luar Negeri Belanda
DR. Joseph Lunch mengusulkan agar Indonesia harus bersedia memberikan
Jaminan Hak Penentuan Nasib Sendiri bagi rakyat penduduk asli Papua.
Akhirnya Soekarno bersedia memberikan Hak Penentuan Nasib Sendiri bagi
Bangsa Papua sehingga Mediator Ellsworth Bunker membuat suatu Konsep
yang dikenal dengan sebutan Rencana Bunker (Bunker Plant). Rencana
Bunker seperti dibawah ini:
Belanda menyerahkan Administrasi
Negara Papua kepada PBB dan akan diberikan kembali kepada Indonesia
serta Indonesia akan memberikan Hak Penentuan Nasib Sendiri bagi Bangsa
Papua.
Akhirnya pada tanggal 2 April 1962, President Amerika John.
F. Kennedy menekan Perdana Menteri Belanda De Quai melalui Surat
Rahasianya. (Lihat Lampiran US Secret Letter)
Dengan
bantuan Persenjataan Rusia kepada Indonesia untuk melakukan Operasi
Mandala ke Papua ikut membantu menekan Kerajaan Nederland sehingga
terpaksa Belanda menanda-tangani Perjanjian New York pada tanggal 15
Agustus 1962 di Markas Besar PBB, New York – Amerika
Serikat.
1 Wawancara dengan Bapak Alm. Karel Waromi (Pimpinan West Papua Interest Association).
Jayapura, 2003.
2 Indonesia Embassy in Australia. Irian Jaya: Historical Development. Canbera. June 2001. Hal. 1
3 Viktor Kaisiepo. The Case of West Papua Sovereignty. Presentation in Expert Mechanism of
United Nations High Commissioner for Human Rights. Hal. 14 – 15.
4 Paul Salim. West New Guinea Setlement in 1962. Antena Nederland.
http://www.antenna.nl/wvi/eng/ic/pki/sal/sal3.html
5 Brad Simpson. Indonesia's 1969 Takeover of West Papua Not by "Free Choice". George
Washington University. http://www2.gwu.edu/~nsarchiv/NSAEBB/NSAEBB128/index.htm
6 Gimonca. An Online Timeline of Indonesia History.
http://www.gimonca.com/sejarah/sejarah09.shtml
0 komentar